Senin, 15 Februari 2016

VISI MISI



VISI MISI
DESA PRAJEGSARI KECAMATAN TEMPURAN


VISI

TERWUJUDNYA MASYARAKAT SEJAHTERA, TENTRAM DAMAI YANG AGAMIS


MISI

  1. MENINGKATKAN SARANA  PRASARANA DI SEGALA BIDANG
  2. MENINGKATKAN PELAYANAN MASYARAKAT
  3. PENGEMBANGAN EKONOMI MELALUI HASIL KARYA KERAJINAN BAMBU PENINGGALAN NENEK MOYANG
  4. MEMBANGUN KEBERSAMAAN MASYARAKAT
  5. MEMBUDAYAKAN MUSYAWARAH UNTUK MUFAKAT DAN MELIBATKAN MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN
  6. PENGEMBANGAN KEGIATAN KEAGAMAAN

Sejarah Desa Prajegsari


Pada masa Kerajaan Mataram Surakarta Terjadilah Penyerangan Belanda di Batavia, Penyerangan tersebut di pimpin oleh Sunan Amangkurat IX terjadi tahun 1850. kemudian beliau wafat di Tegal Arum. Dalam penyerangan tersebut ada seorang prajurit yang dapat meloloskan diri dari kepungan Belanda, dia bergerak ke selatan dan sampailah Di Magelang yang tepatnya sampai di Desa Salam Kanci, kemudian terus bergerak ke selatan sampailah pada   Kecamatan Bandongan, di situlah dia menemukan jodohnya, rupa – rupanya dia tercium oleh penjajah, sehingga dia bergerak lagi kearah selatan, yang kemudian tiba di daerah hutan, disitulah dia memulai hidupnya bersama isterinya, dengan berjalannya waktu berkembanglah sehingga terjadilah sebuah Dusun.Karena kesaktian dari prajurit tersebut, Dusun tersebut apabila dilihat dari jauh kelihatan Dusun yang ramai dan banyak penduduknya, tetapi apabila penjajah itu masuk yang terlihat hanyalah hutan belantara yang banyak lubang – lubang rumah tikus. Dengan keadaan yang semakin ramai dan berkembang kemudia Dusun itu di beri nama Dusun Wonosari Wono = Hutan dan Sari = Ramai.
Saat itu juga ada seorang kyai bernama Mbah Gebug yang berasal dari Yogyakarta juga dapat meloloskan diri dari penjajahan Belanda. beliau seorang kiyai, dengan berkembangnya waktu mbah Gebuk mempunyai keturunan 2 orang anak laki – laki namanya Muhammad Nur dan Nur Muhammad.
Kondisi alam saat itu masih semak belukar, aktifitas awal mbak gebuk saat itu  mendirikan tempat Ibadah berupa musholla yang atapnya terbuat dari ijuk yaitu pada tahun 1860,seiring dengan berkembangnya waktu dan jaman musholla sederhana di bangun menjadi masjid yang lengkap dengan bedugnya, konon katanya bedug tersebut waktu di tabuh gema suaranya terdengar sampai ke Yogyakarta, kemudian bedug tersebut akan dibawa ke yogyakarta, akan tetapi tidak ada orang yang kuat mengangkat sehingga di bagi menjadi 2 yang satu di bawa ke Yogyakarta dan yang satu masih ada sampai Sekarang. 
            Awalnya Dusun ini bernama Krajan, kemudian di tetapkan menjadi Prajegan berasal dari kata ajeg yang berarti terus menerus. Pada tahun 1890 Mbah Kebuk meninggal dunia dan di makamkan di belakang masjid Attaqwa Dusun Prajegan. Peninggalan seni budaya yang masih di lestarikan yaitu kesenian Kubro Siswo.
            Pada Jaman Penjajahan Belanda kegiatan ekonomi terasa amat sulit, sehingga mata pencaharian masyarakat saat itu bermacam – macam selain hidup dari hutan dan mengolah potensi yang ada juga mereka yang memiliki ketrampilan membuat anyaman dari bambu mereka kembangkan sampai sekarang.
Adalah seorang pendiri Dusun Plabuhan yaitu Mbah Singo Yudho sebagai pendiri Plabuhan Lor dan Mbah Derpo Yudho sebagai pendiri Plabuhan kidul,  keduanya berprofesi sebagai penjual anyaman bambu “IRIG” (bhs Jawa) hasilnya di jual hingga sampai ke Yogyakarta. Kata Plabuhan diambil dari kata Labuh artinya dalam bahasa Jawa berarti awal mula suatu pekerjaan. Menurut masyarakat Desun Plabuhan yang tertua, bahwa Mbah Singo Yudho dan Mbah Derpo Yudho hingga saat ini tidak di ketahui keberadaannya atau telah MOKSA ( tiba – tiba menghilang).Peninggalan seni budaya yangmasih di lestarikan yaitu kesenian Jathilan dan Kuda Lumping
Dalam menuliskan sebuah sejarah Dusun tidak akan bisa lepas dari Cikal – bakal ( Awal mula yang merintis ) Cikal Bakal Dusun Kwangsan adalah Mbah Wongso dan kyai Mekukuhan, kedua orang tersebut adalah sesepuh Dusun dan sebagai pendiri Dusun Kwangsan,sebelum terjadinya Dusun Kwangsan dusun ini terbagi menjadi 2 yaitu Dusun Dukuh yang di dirikan oleh Kyai Mekukuhan sedangkan Dusun Kwangsan didirikan oleh Kyai Wongso, mereka itu adalah saudara kandung, Kyai Mekukuhan adalah sebagai kakak yang tertua, dari cerita sejarah tersebut ada hal yang sampai sekarang di yakini bahwa trah kaeturunan kyai Mekukuhan lebih tua di bandingkan dengan kyai Wongso, sehingga berpengaruh sampai sekarang contoh : jika ada pengantin laki – laki Kwangsan menikah dengan Perempuan berasal dari Mekukuhan pasti terjadi perceraian, sehingga hal ini di yakini sampai sekarang. Dari cerita diatas akhirnya para tokoh Dusun waktu itu sepakat untuk menyebut Dusun ini sebagai Dusun Kwangsan, meskipun Dukuh juga masih di sebut, akan tetapi selalu di ikuti dengan Kwangsan.
Konon ceritanya lagi Dusun Kwangsan seperti pulau kecil karena di kelilingi oleh 2 sungai yaitu sungai mranti berada di sebelah timur dan sungai  bendo berada di sebelah barat sampai ke selatan. Sampai sekarang sungai tersebut masih mengalir dan menyatu mengalir ke sungai Progo.
Di Dusun ini juga ada seorang Prajurit yang berasal dari Yogyakarta bernama Simbah Kyai Zakaria beliau seorang pelarian dari masa penjajahan Belanda, beliau meninggal dunia dan di makamkan di Dusun Kwangsan. Peninggalan seni budaya yang masih di lestarikan yaitu Seni Karawitan dan Klonengan.
pada masa perjungan Pangeran Diponegoro melawan penjajah Belanda masa pemerintahan Mataram yang kemudian menjadi kesultanan Ngayogyakarta Hadi Ningrat. Salah seorang pengikut Pangeran Diponegoro yang juga seorang ulama yang menjadi cikal bakal berdirinya Dusun Papohan beliau bernama Kyai Fuad yang terkenal sakti dan ampuh, beliau menghindari kejaran dari penjajah Belanda dan dan menetap di suatu tempat yang konon masih berwujud hutan yang kemudian dijadikan sebuah pemukiman /Dusun.
            Dusun itu bernama Papohan, sedangkan nama Papohan diambil dari kata Ampuh, karena memang pendiri dari Dusun ini terkenal keampuhannya bahkan pada jaman itu beliau di juluki ” Mbah Ampuh” kemudia orang lain mengenal dengan sebutan “mbah Poh” yang kemudian dijadikan nama Dusun yaitu Papohan yang mempunyai arti dan maksud tempatnya orang – orang ampuh, hal ini dikuatkan dengan tradisi nenek moyang /pendiri Dusun Papohan dan keturunannya melakukan tirakat dan olah batin dengan tuntutan ajaran agama isla, karena memang sejak berdirinya Dusun ini masyarakat sudah memeluk agama islam, dan dalam melaksanakan kegiatan social dan keagamanpun menurut tuntunan agama islam, sebagai contoh seni budaya yang pernah ada yaitu: Gatholoco, Kadhoro, Sabto Tomo dan  Badui dari ke empat seni budaya ini semua lirik dan syairnya menggunakan syair arab dan di maksudkan untuk syiar agama islam kepada anak cucu/keturunan di Dusun Papohan.
            Dari sisi mata pencaharian nenek moyang Dusun Papohan adalah petani, walaupun tidak semua memiliki sawah, adapun peninggalan nenek moyang Dusun Papohan yang sampai saat ini masih di lestarikan diantaranya: seni budaya Khadoro yaitu sebuah puji – pujian yang di tujukan untuk memuliakan Rosulullah Muhammad S.A.W. Peninggalan lain yang sampai saat ini masih ada adalah sebuah makam Simbah Kyai Fuad yang unik dan jarang di temukan yaitu gundukan tanah yang tinggi serta kering dan tidak terkikis meskipun terkena air, serta masih ada beberapa rumah tradisional yang masih utuh dari pertama didirikan hingga kini belum mengalami perbaikan/ perubahan.
            Desa Prajegsari terdiri dari 5 Dusun yaitu Dusun Wonosari, Prajegan, Plabuhan,Kwangsan dan Papohan sedangkan Prajegsari di ambil dari AJEG dan SARI  Ajeg berarti Terus menerus dan Sari artinya ramai, harapan dari pendiri waktu itu daerah yang tadinya hutan dan semak belukar sepi menjadi Desa yang terus menerus ramai.
                                                                                                            Prajegsari, 29 Maret 2010
Kepala Desa Prajegsari


                                                                                                            ( Rozap Nurdin )
1.  Sumber informasi                                                                                         
     dari tokoh masyarakat dan sesepuh                                                      
     yang paham akan sejarah                                                                        
     Dusun masing – masing.
2.  Di Edit oleh Panitia Desa Wisata